Jihad (Etos Perjuangan)
Dalam Alquran surat al-Ra’ad (13) ayat 11, Allah swt berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (QS; 13: 11)..
Berdasarkan ayat tersebut, khittah perjuangan berpandangan bahwa:
”Perubahan tatanan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai Islam bukanlah suatu janji Allah swt yang dberikan begitu saja kepada manusia tanpa ada proses pembentukan. Maka proses pembentukan suatu tatanan masyarakat ke arah yang lebih baik, memestikan keterlibatan manusia. Keterlibatan manusia dalam proses pembentukan tatanan masyarakat didasarkan pada peran penciptaan manusia di muka bumi sebagai khalifah di muka bumi, sehingga manusia memiliki kewenangan untuk mengelola dan mengatur tatanan masyarakat.”
Peran khalifah harus dijalankan oleh manusia dengan berusaha dan berjuang sepenuhnya untuk pembentukan tatanan masyarakat yang diridhai Allah swt, dan tentunya tatanan itu berjalan dengan dasar nilai-nilai Islam yang berlaku di dalamnya. Keharusan untuk menegakkan cita-cita Islam dikenal dengan jihad fisabilillah. Jihad fi sablilillah yang berarti berjuang bersungguh-sungguh di jalan Allah. Karena itu, kader HMI-MPO juga harus memaknai jihad sebagai etos perjuangannya dalam segenap aiktifitas dan laku hidupnya. Keunggulan beriman dan berislam tergambar dari rasa tanggung jawab dan aktualisasi atau kerja. Tidak ada satu pun perubahan yang menyempurna kecuali dengan kesungguhan (jihad), dengan segala macam dimensinya.
Salah satu kualifikasi insan ulil albab yang dirumuskan khittah perjuangan adalah menjadi seorang mujahid yang memiliki semangat juang tinggi dan memiliki pemahaman dan kemampuan untuk berjihad di jalan agama. Jihad merupakan implementasi riil dari Tauhid, ketundukan dan penyerahan diri kepada Allah sebagai modus existence dan tujuan tunggal. Untuk mewujudkan kekuatan masyarakat yang tangguh dan merealisasikan upata pemanusiaan yang hakiki. Jihad yang berarti kesungguhan mengerahkan segenap potensi manusiawi seseorang untuk mewujudkan nilai-nilai kebenaran universal. Dalam tafsir asas, khittah perjuangan membahasakan jihad dengan istilah etos perjuangan dan tema tersebut menjadi bagian penting dari muatan khittah perjuangan.
Semangat (etos) perjuangan menjadi sangat penting untuk dimiliki seorang insan yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Etos perjuangan menjadi bekal dalam berusaha dan berjuang untuk perbaikan masyarakat di setiap waktu dan di setiap tempat. Manusia yang memiliki etos perjuangan yang cukup kuat akan selalu sadar untuk melihat realitas di sekitarnya. Dan melakukan perubahan serta perbaikan lingkungannya setiasp saat. Bertolak dari asumsi bahwa tidak ada realitas yang diam, demikian pula masyarakat akan selalu berubah, oleh karenanya dalam khittah perjuangan, perjuangan harus dilakukan tanpa henti.
Secara tersirat, khittah perjuangan menyatakan bahwa dunia adalah medan perjuangan bagi manusia. Untuk itu manusia harus selalu siap untuk rela berkorban dengn harta atau bahkan dengan nyawanya sendiri. Segenap perjuangan dan pengorbanan manusia baik kuantitas maupun kualitas yang dikeluarkan di dunia ini teramat kecil bila dibandingkan rahmat yang dijanjikan oleh Allah di akherat kelak.
Dalam khittah perjuangan dikatakan:
”pada intinya, perjuangan dalam hidup seorang muslim merupakan suatu proses peningkatan kualitas akan iman yang membentuk jati diri muslim seutuhnya. Sebagai suatu ukuran keimanan yang paling terpenting dalam etos perjuangan adalah bagaimana seorng muslim dapat mempertahankan imannya dengan senantiasa tetap berjuang setiap saat (istiqamah).”
Khittah perjuangan menitikberatkan aksentuasi jihad pada semangat dan maksimalisasi proses yang dilakukan dan bukan pada hasil yang dicapai. Dalam khittah perjuangan dikatakan, keberhasilan suatu perjuangan bukanlah merupakan ukuran bagi titik kemuliaan keimanan seorang muslim. Demikian pula, kegagalan bukan pertanda kehinaan dari seorang muslim. Tapi sikap istiqamahlah yang menjadi penentu apakah iman seorang muslim itu, iman dalam artian sebenar-benarnya iman atau bukan iman yang hanya sebatas pengakuan tanpa implementasi.
Setiap perjuangan (jihad) yang dilakukan harus dilakukan atas pilihan sadar dengan dasar pemahaman dan keimanan, bukan sebuah tuntutan yang lahir dari luar dirinya. Mengenai hal tersebut, khittah perjuangan menyebutkan:
”Sebuah perjuangan dikatakan atas pilihan sadar harus memenuhi dua syarat, yaitu ”berkehendak” dan ”terlibat”. Ini artinya seseorang tidak dapat mengaku berjuang atas dasar pilihan sadarnya sendiri, jika dalam memulai perjuangannya dilakukan atas dasar perintah atau paksaan orang lain (bukan kehendak diri). Seseorang juga tidak dapat mengaku berjuang atas dasar pilihan sadarnya jika selama perjuangan tersebut, ia tidak langsung terlibat dalam segenap aktifitas perjuangan itu.”
Selain kesadaran akan pilihan, menurut khittah perjuangan seorang muslim dikatakan berjuang jika ia juga sadar akan resiko dan prestasi yang akan ia peroleh. Sehingga tidak ada perjuangan yang berjalan secara buta tanpa melihat apa yang akan ditemui di medan juang. Perjuangan yang dilakukan harus didasarkan atas perhitungan-perhitungan akan apa yang dihadapi dalam rentang waktu perjuangannya. Perhitungan yang tepat akan membuat perjuangan yang dilakukan dapat tepat sasaran. Selain itu secara psikologis, dengan perhitungan yang tepat seorang mujahid tak akan pernah bersedih ketika menemui kegagalan dalam perjuangannya.
Pada praksisnya, jihad terdiri atas jihad internal dengan jihad eksternal. Jihad internal atau jihad nafs merupakan perjuangan perjuangan manusia untuk menundukkan hawa nafsu yang melingkupi dirinya, yang sering membuat manusia tergelincir ke arah keterlenaan pada hal-hal yang merusak. Jihad nafs merupakan bentuk jihad yang dikatakan sebagai jihad akbar. Jihad eksternal ada jihad yang dilakukan untuk melawan musuh-musuh eksternal yang menghalang-halangi terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan. Keberhasilan dalam pelaksanaan jihad eksternal sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam perjuangan internal mengalahkan hawa nafsu yang menguasai diri.
Karena itu, bagi HMI-MPO, jihad tidak hanya dipahami dalam bentuk kerangka perang fisik, tetapi secara transformatif bisa diwujudkan dalam bentuk yang lain yang lebih variatif ke seluruh askpek kehidupan manusia. Dari perlawanan fisik dan persenjataan kepada perang terhadap hawa nafsu, perlawanan terhadap kebodohan melalui pendidikan dan pengajaran, perlawanan terhadap penguasa yang zalim, jihad melawan ekspansi ideologi dan gerakan pemikiran melalui perjuangan intelektual. Dengan kata lain, jihad lebih dititik beratkan pada upaya penyadaran menyeluruh terhadap umat Islam, tentang berbagai hal yang meliputi masalah keyakinan, Tauhid, ilmu pengetahuan, kemanusiaan, dan kesemestaan.
by : Sabaru Putera Borneo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar