WELLCOME TO MY BLOG

My Games

Pusat hosting

Add This

Rabu, 20 Juli 2011

Aku, Kamu, dan Dia (Mempertahankan Indonesia dari kaca mata generasi muda )

Aku, Kamu dan Dia


Aku = Indonesia
Kamu = Negara tetangga
Dia = Negara Adi Kuasa
Aku,,,,,
Jika Aku jadi kamu,, maka akan ku raih apa yang bisa kuraih di sekitar ku.
Jika Aku jadi dia,, maka akan ku genggam seluruh isi dunia.
Tapi,,,,
Aku tak mau jadi Kamu ataupun Dia.
Aku ingin tetap jadi Aku.
Menyelami dalamnya samudra ku
Dan memandang hijaunya sawah ladang ku.
Jauh lebih indah dari pada harus menjadi Kamu dan Dia.
Aku,,,,,
Ingin tetap menjadi Aku.
Karena Aku adalah
GEMAH RIPAH LOH JINAWI
TOTO TENTREM KERTO RAHARJO

by : Wike dwi Utomo

== Satge 1 ==> Salam Berfikir
Hari ini tanggal 2 agustus 1984, pagi itu aku terbangun bersama heningnya senyuman yang tertuang dari garis-garis tipis kulit berwarna coklat yang mewarnai seluruh wajah ku. Mentari memberikan tunduk salamnya dengan penuh rasa kasih sayang kepada pori-pori kulit ari ku. Seraya tak mau kalah, udara sejuk pagi hari menerbangkan buliran-buliran embun pagi ke seluruh ruangan kamar sempit ini, yang jika di hirup,, "hhhhmmmmmmm Amboiiiii sejuknya", begitu kiranya kata yang akan terucap secara otomatis dari fovea nasalis mu. Burung pagi yang berkaki pendek dan berparuh pendek pula mencoba ikut meramaikan suasana dengan cara berlompatan terlihat jinak namun gesit sangat. Iringan simphoni pagi yang merdu bukan kepalang mengalun dari sang empunya paruh itu. Banyak sekali jenis burung pagi disni, sampai tak mampu aku menghitungnya dengan nalar dan logika.
Ke damaian, Ke elokan dan ke sejukan, mungkin hanya akan terjadi disini. Di tanah yang menjulang dari sabang sampai merauke, di wilayah yang membentang hijau alami asri di sekitar katulistiwa. Inilah rumah damai ku, meskipun hanya beratapkan sayap garuda, berdindingkan abu para pejuang dan bertaman hamparan hutan tropis di kalimantan, aku bangga tinggal disini. Biar orang mengatakan aku pemalas, dengan bangun pukul 8.00 dan tidur pukul 15.00, tapi aku tak peduli, tak akan ku hiraukan runyaman mulut iri mengeringkan keringat damai ku.
Segudang gabah berjubel bahkan hingga meluber tercecer dari lumbung padi rumahku, tak elak dengan segala kemurahan dan kerendahan hati, ku berikan gabah-gabah itu ke tetangga ku, ku ajari mereka cara menanam Oryza sativa supaya berbulir montok dan ranum. Mereka pun terkekeh dan berkeluh kegirangan di hari itu. Sungguh aku masih ingat betul saat itu. Aku pun melangkahkan kaki ku dengan menyeret sejuta kebanggaan dan kebahagiaan karena telah menolong saudra-saudara ku yang berbeda teritorial. Senyum pun ku sunggingkan di depan para pelajar-pelajar yang sibuk mencium tangan kedua orang tuanya kala bel masuk sekolah hampir berbunyi. Tepat di depan sebuah sekolah dasar kecil namun asri, langkah ku kuhentikan kembali. Sejenak aku merinding bangga melihat sang saka merah putih berkibar perlahan menuju ujung tiang nya dengan diiringi alunan mesra lagu kebangsaan yang berdengung dari puluhan anak-anak kecil berseragam putih merah itu. Hati ku berdecak kagum melihat para pelajar lainnya yang sopan santun tersenyum pada gurunya meskipun hanya dengan balutan kain usang dan buku bergaris dengan pori-pori meringis, dia pun mencoba menghafal kata-kata bahasa asing yang belum populer pada saat itu. Hmmmmmm,,, aku pun pulang dengan rasa lega bangga menulusup melalui sungsum tulang belakang ku.
Hari itu kuisi kosongnya rongga paru-paru ku dengan sejuta rasa bangga nan bahagia, sontak langsung membawa ku kedalam alam relaksasi di balik pejaman kelopak mata. Dalam tidur sekejapku, aliran nafas ku tak terkontrol, keringat dingin ku mengucur menetes seperti orang habis lari marathon. Malam pun berlalu tak terasa, dan waktu pun berjalan seperti kilatan cahaya petir yang bergurat dan menakutkan. Tak terasa aku ternyata sudah tertidur terlalu lama.
Hari ini Jumat 12 Juni 2009, Aku sontak terbelalak karena matahari kini bertingkah laksana anjing galak tatkala menyapaku. Kesopanan matahari pagi yang begitu sabar, kini berubah durjana. Menyalak membentak kulit ku dengan asupan energi panas yang berlebihan, membuat pori-pori tak ber selimut di tubuhku seketika langsung merah dan kemudian menghitam. Mataku langsung melotot dan berputar-putar mengobserfasi puluhan kejadian yang membingungkan di pagi ini. Saat ku buka jendela dan bersiap mendengarkan simphoni cicit cuit burung-burung pagi, telingaku merasakan getaran gelombang yang berbeda di pagi ini.
"mmmmm,,,,, apa itu??"
"Bukan-bukan, itu bukan suara burung-burung pagi ku"
"Jreng-jreng.........", getaran itu terus mengalun. Setelah kutanyakan kepada saudara muda ku tentang suara apa yang telah menggantikan simphoni embun pagi ku. Hmmmmmm,,,, ternyata itu adalah alunan gitar Iwan Fals yang menyanyikan kritikan-kritikan cerdas kepada pemerintah.
Di pagi ini aku benar-benar bingung, semua telah berubah, semua mirip sarang laba-laba yang semrawut di atap rumah ku. Dari lagu yang di dendangkan milik iwan fals, sepertinya di pagi ini benar-benar sudah kacau. Koruptor-koruptor yang di lambangkan sebagai tikus-tikus berdasi, gaji guru yang dikebiri milik bapak omar bakri, sampai harapan-harapan mulia kepada para anggota dewan dan presiden. Belum sempat aku berfikir tentang pagi ini, tiba-tiba mobil polisi dengan sirine yang meraung-raung membawa ratusan peti mati TKI. Hamparan sawah yang dulu hijau kini menganga kering kerontang tinggal tulang. Tuhan,,, apa yang sebarnya terjadi di pagi hari ini?? apakah aku masih bermimpi???
Tertegun aku menunduk memandang kerikil hitam yang garang, gontai dan lunglainya langkah ku membuat debu-debu yang bercampur angin menerbangkan anganku ke udara. Akhirnya ku dudukkan pantatku di sebuah gelondongan glugu yang sudah tua, dari bentuk potongannya, nampaknya kayu ini telah mati sebelum waktunya. Dengan sedikit mengerutkan dahi, aku tekuk lutut berdebu ini, sambil ku letakkan kedua siku tangan ku diatasnya. Sejenak aku merenung, lalu mendongak keangkasa sambil mencoba mendengarkan berita dari alam lewat hembusan sang udara.
Di dalam rintihan suara mistisnya, alam mencoba berbisik padaku. Hari ini adalah milenium baru, abad baru dan jaman baru. Jaman dimana lapisan ozon telah terkikis tipis, hingga membuat mentari pagi marah dan mengoyak pori-pori mu. Jaman ini adalah jaman krisis, dimana kepercayaan hanyalah sebuah gurauan belaka yang di umbar saat kampanye. Jaman ini adalah jaman sulit, yang membuat jutaan pribumi berduyun-duyun berebut disiksa untuk mendapatkan ringgit dan dolar. Jaman ini adalah jaman sulit, dimana aku harus menjilat dan menuruti kemauan kamu dan dia hanya untuk melahap singkong yang tumbuh di halaman ku sendiri.
Setitik metafora diatas adalah sebuah perjalanan refolusi yang menyayat dan melukai hati sang garuda yang tanpa lelah menaungi kita. Sepercik gambaran yang mencoba tertuang di halaman putih negara ini dengan keheningan goresan tinta yang terbuat dari darah dan tetes air mata para kaum pribumi yang semakin tersisih. Sebuah renungan betapa rapuhnya negara yang berisikan rayap-rayap pekerja yang bodoh dan dibodohi, sehingga tak pernah tau betapa pentingnya melakukan metamorfosis untuk membangun bangsa dan mensejahtrakan semuanya.
Pemerintah hanya bisa berujar, politikus tak malu berucap sumpah, mahasiswa berorasi arogan dengan sebuah tuntutan tanpa pernah berfikir untuk bersama menghasilkan solusi tentang perubahan, sedangkan para konglomerat rame-rame munutup kaca mobilnya yang berwarna hitam dengan mencoba bertindak apatis seraya tak peduli dengan semua yang terjadi. Semua saling menunggangi, semua saling berebut benar, sehingga jutaan rakyat hanya bisa duduk, melihat dan menahan sakit dari sebuah hal yang harus mereka rasakan tanpa tau sebab musababnya.
Namun, sayatan, tikaman dan penindasan yang terjadi saat ini hanyalah sebuah imbas dari perubahan yang sedang dialami bangsa ini. Bangsa ini sedang mengalami revolusi, mencoba melakukan perbaikan dan perubahan untuk menaikkan derajatnya. Revolusi memang pasti terjadi pada sebuah negara yang ingin memperbaiki nasibnya. Tak jarang harus ada tumbal dan korban dari peristiwa revolusi . Semua ini bisa berjalan cepat ataupun lambat, tergantung sejauh mana bangsa tersebut mampu belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan dan menjadikannya sebagai guru terbaik di dalam bernegara.
Banyak sekali negara-negara besar didunia yang pernah mengalami revolusi, misalnya prancis, inggris, Amerika, jepang, china, dan lain-lain. Dalam menjalani fase revolusinya, prancis menghabiskan waktu 75 tahun untuk hidup dibawah penderitaan dengan diwarnai tetes darah dan jeritan para kaum proletar. Sedangkan revolusi industri di inggris berlangsung mulai 1760 hingga 1860, sungguh masa yang sangat lama untuk selalu mendengarkan jeritan para kaum buruh. Sedangkan di Indonesia revolusi baru di mulai, jadi masih akan banyak sekali berbagai penderitaan yang harus kita alami. Bangsa ini masih prematur, baru berusia 63 tahun, belum seabad bangsa ini mengecap aroma kemerdekaan. semua mengalami proses, tidak bisa dari bayi langsung menjadi orang tua, sehingga di dalam masa revolusi adalah sebuah masa untuk belajar dari seluruh kejadian yang menimpa kita.
Kasus korupsi yang tak terhitung jumlahnya, berita tentang pembunuhan yang setiap hari selalu tayang di TV, kasus penculikan, pencabulan, dan kekerasan dalam rumah tangga yang selalu nimbrung ngikut dibelakangnya, demonstrasi yang berakhir dengan kerusuhan dan berita tentang TKI yang disiksa, Itu semua adalah pengalaman yang harus kita ambil hikmahnya. Pepatah mengatakan, guru terbaik adalah pengalaman dan sekarang saatnya menjadikan seluruh bencana derita yang terjadi di negeri ini menjadi sebuah guru buat kita. sanggupkah kita??
Suatu ketika saya pernah ngobrol dengan teman saya di kampus sesaat setelah kuliah mikro biologi. Saya ingat betul waktu itu, hanya gara-gara memperdebatkan masalah minimnya fasilitas di laboratorium kami, tak sadar arah pembicaraan kita melangkah kepada sebuah hal yang sangat kental dengan aroma politik dan kenegaraan. Dengan sebuah nada yang jengkel dan putus asa karena tidak mendapatkan fasilitas yang semestinya, dia mengatakan :
"Hahhhh,,, beginilah orang indonesia......#@#*!^@%$#@!...", kalimat yang belakang sengaja saya samarkan karena tidak etis untuk saya tuliskan. Sejenak saya terdiam lalu kemudian tertawa dalam hati.
"hahahahaha,, lha bukankah dia juga orang Indonesia".
Sebuah hal yang sangat memalukan dan selalu kita lakukan adalah menghina negeri kita sendiri. Bukankah menghina negeri sendiri sebenarnya adalah menghina diri kita sendiri?? Tapi hal tersebut hampir selalu kita lakukan untuk menumpahkan kekesalan dan rasa keputus asaan terhadap sebuah keburukan yang terjadi di negeri ini. Sebenarnya kita semua tahu akan sebuah hal yang benar itu seperti apa, namun sayangnya egoisme pribadi selalu mencoba menfaatkan setiap situasi yang ada.
Aku paling tidak suka ketika orang mengatakan indonesia itu jelek, buruk, ketinggalan jaman, dan sebagainya. Karena menurut ku, mereka yang mengatakan demikian tak ubahnya seekor kecoa yang benci dengan rumahnya sendiri. Meskipun kotor dan bau busuk, namun ini rumah kita. Jika tidak ingin orang memandang keburukan kita, maka kita bersama harus membersihkannya dan menjadikannya seindah mungkin. Jika tidak kita yg merawat rumah kita, maka siapa lagi yg akan merawatnya...? Berkomentar saja tidak lah cukup kawan,, namun yang dibnutuhkan sekarang ini adalah sebuah tindakan riil.

=========================== Segitiga Metafora ===========================

Tidak ada komentar:

Like Button

Comments

Video Gallery Saya

Kata-Kata Motivasi

http://www.yahoomessenger.com/t.fachruza
http://www.facebook.com/Ade Ground
http://www.twitter.com/TFachruza
http://www.cbox.ws/adeandika